Selasa, 23 Juni 2009

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit di Indonesia

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack) merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili Palmae dan berasal dari Afrika Barat. Meskipun demikian, kelapa sawit dapat tumbuh di daerah tropis lainnya, termasuk di Indonesia.
Tanaman kelapa sawit memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Bagi Indonesia, kelapa sawit memegang peranan penting karena mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat dan sebagai sumber perolehan devisa negara. Pada tahun 2007, total ekspor CPO Indonesia dan produk turunannya sebesar 11,8 juta ton dengan nilai US $ 7,8 milyar, dan mampu menyerap tenaga kerja langsung sebesar 3,3 juta KK (Republik Indonesia, 2008). Melihat prospek yang bagus tersebut, pemerintah akan terus mendorong pengembangan kelapa sawit dengan menerapkan prinsip sustainable development.
Sampai saat ini, Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia selain Malaysia dan Nigeria. Pada tahun 2007, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 6,78 juta ha dan produksi 17,37 juta ton CPO (BPS, 2008). Direktorat Jendral Perkebunan (2005) memprediksi luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2009 adalah 7.125.331 ha, yang berarti akan terjadi peningkatan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan yang ada sekarang.

Sub Sistem Input / Hulu (Up-Stream Agribusiness)
Komoditi kelapa sawit yang merupakan komiditi agribisnis andalan harus ditangani sedemikian rupa sehingga pengembangan komoditi baik secara vertikal (melalui industri turunannya/hilir) maupun secara horisontal (perluasan areal) dapat berjalan dengan baik untuk menopang perekonomian nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, dukungan terhadap pelaksanaan pengembangan komoditi ini, diantaranya pengadaan sarana produksi/saprodi, dirasakan sangat penting agar dapat menunjang kelancaran dalam kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit.
Keberhasilan budidaya kelapa sawit sangat ditentukan oleh beberapa sarana produksi berikut ini:
1. Bahan Tanaman
Benih/kecambah kelapa sawit, sebagai bahan tanaman (planting material) merupakan bagian terpenting dalam menentukan keberhasilan. Penanaman kecambah berkarakteristik unggul, akan menjamin pertumbuhan yang baikdan tingkat produktivitas tinggi, tentunya harus diikuti pula denganperlakuan/manajemen, budidaya tanaman, dan lingkungan yang sesuai.
Belakangan ini sering terdengar beredarnya bibit palsu kelapa sawit. Hal ini terjadi karena jumlah produksi benih/kecambah tidak sesuai dengan jumlah permintaan. Selain itu, masih minimnya informasi tentang bahan tanaman yang baik dan benar, kemudian harga benih palsu lebih murah, dan prosedur pembelian benih unggul yang dianggap konsumen terlalu menyulitkan.
Pemalsuan benih kelapa sawit berakibat buruk terhadap masa depan perkebunan kelapa sawit Indonesia. Penurunan produktivitas akibat penggunaan benih palsu baru akan terasa 4-5 tahun kemudian. Jika tanaman dari benih palsu ini tidak diganti, produktivitas yang rendah akan berlangsung selama siklus hidup tanaman kelapa sawit tersebut (sekitar 25 tahun).
Untuk menanggulangi benih kelapa sawit palsu, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah melakukan sosialisasi penggunaan benih bermutu ke beberapa sentra kelapa sawit, antara lain Riau, Lampung, Jambi, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Sosialisasi dilakukan pula melalui Forum Komunikasi Produsen Benih Kelapa Sawit dan media massa seperti televisi. PPKS juga melakukan kerja sama waralaba benih kelapa sawit, dengan menyediakan benih kelapa sawit kepada penangkar benih (perkebunan swasta atau pengusaha), selanjutnya penangkar benih membibitkannya sampai siap tanam dan kemudian menyalurkannya kepada masyarakat (petani). Upaya ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh benih bermutu, dan mengurangi peredaran benih palsu.
Mengingat ketersediaan benih legal sangat penting, maka perlu dipertimbangkan beberapa hal berikut ini:
- Perlu ada ketegasan pemerintah dalam pelaksanaan Undang-Undang No 12 tahun
1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1995 tentang perbenihan.
- Meningkatkan pengawasan peredaran dan pengendalian mutu benih melalui
sosialisasi benih kelapa sawit bermutu.
- Meningkatkan kerja sama dengan aparat penegak hukum dalam penyidikan
pemalsuan benih, pelanggaran peredaran benih, dan penegasan pemberian
sanksi/hukuman..
- Sosialisasi aktif dari para produsen benih kelapa sawit kepada para pengusaha
dan calon pengusaha perkebunan / masyarakat luas dalam hal kewaspadaan
terhadap penggunaan benih kelapa sawit palsu.

- Adanya informasi yang akurat mengenai rencana perluasan areal tanam dan
penanaman ulang per tahun, agar produsen benih dapat mengoptimalkan produksi
benihnya, sehingga kebutuhan benih nasional dapat dipenuhi oleh produsen benih.
2. Alat-alat Mekanisasi Perkebunan
Penggunaan alat berat untuk operasional pembukaan lahan s angat diperlukan
mengingat usaha perkebunan kelapa sawit selalu menggunakan lahan yang cukup luas
sehingga tidak memungkinkan dilakukan pembukaan lahan secara manual.
Diharapkan penggunaan alat berat akan menghasilkan tanah olahan yang baik untuk penanaman bibit kelapa sawit. Yang perlu dipikirkan oleh pemerintah dalam usaha pengembangan agribisnis kelapa sawit ini adalah bagaimana ketersediaan alat alat berat untuk mekanisasi bagi perkebunan rakyat atau petani kecil. Sistem plasma atau kemitraan dengan perusahaan besar mungkin bisa dijadikan solusi untuk mengatasi hal ini.
3. Pupuk
Pupuk merupakan sarana produksi penting dalam budidaya kelapa sawit. Tanpa pupuk yang memadai, tanaman kelapa sawit tidak dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik.
Hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah agar agribisnis kelapa sawit di negara ini berlangsung dengan baik adalah menjaga ketersediaan pupuk dan standarisasi harga pupuk. Disamping itu perlu melakukan penyuluhan dan pembinaan pada petani kecil akan pentingnya penggunaan pupuk untuk budidaya kelapa sawit. Pembinaan dan pendampingan dapat juga dilakukan oleh perusahaan inti, sehingga produktivitas dari petani plasma dapat menyamai produktivitas perusahaan inti.


4. Pestisida
Kebersihan kebun haruslah tetap terjaga agar tidak menjadi sarang hama dan penyakit. Pengendalian dan pemberantasan gulma, hama dan penyakit harus dilakukan dengan intensif agar hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Penggunaan pestisida untuk mengatasi hal ini sudah sering dilakukan, baik itu penggunaan herbisida untuk gulma maupun fungisida dan insektisida untuk hama dan penyakit. Yang perlu diperhatikan oleh petani maupun perusahaan perkebunan besar adalah bagaimana caranya agar penggunaan pestisida tidak merusak lingkungan disekitarnya.
Pengendalian hama terpadu dan penggunaan pestisida organik barangkali bisa menjawab masalah kerusakan lingkungan oleh bahan kimia. Oleh karena itu perlu memberikan pemahaman dan kesadaran pada para petani maupun perusahaan perkebunan agar dapat menggunakan pestisida organik atau pengendalian hama terpadu agar kelestarian lingkungan dapat tetap terjaga

Sub Sistem Primer (On-farm Agribusiness/Production Process)
Untuk menciptakan perkebunan kelapa sawit yang baik dengan produktivitas dan mutu yang tinggi, maka harus memperhatikan dan melakukan teknik budidaya yang
baik dan benar. Kegiatan ini terdiri dari:
1. Pembukaan lahan
Kegiatan pembukaan lahan harus dilakukan dengan baik dan benar. Yang perlu diperhatikan adalah jangan melakukan pembakaran agar lingkungan disekitar tidak rusak dan terganggu. Pemerintah dalam hal ini sudah membuat peraturan dan sangsi untuk pelanggaran ini, akan tetapi dalam pelaksanaannya di lapangan masih banyak pelanggaran hukum yang tidak diantisipasi oleh pemerintah dengan sungguh sungguh sehingga masih ada para petani dan perusahaan perkebunan yang diam diam tetap melakukan pembakaran dalam pembukaan lahan. Barangkali ini “PR” bagi pemerintah untuk bersungguh sungguh dalam memberlakukan aturan dan sangsi bagi pelaku pembakaran hutan.
2. Pembibitan dan Penanaman
Teknik pembibitan dan penanaman yang baik dan benar akan menghasilkan produktivitas kelapa sawit yang tinggi baik jumlah maupun mutu. Seleksi bibit yang akan ditanam di lapangan sangat menentukan keberhasilan budidaya kelapa sawit, disamping pengaturan jarak tanam agar tanaman tidak bersaing dalam penyerapan hara dan intensitas cahaya matahari.
3. Pemeliharaan
Faktor yang ikut menentukan produktivitas dalam budidaya kelapa sawit adalah pemeliharaan tanaman, meliputi penyiangan dan pemberantasan gulma, pemupukkan, pemangkasan, pengendalian dan pemberantasan hama penyakit. Pemeliharaan parit, jalan dan gawangan juga perlu diperhatikan agar apa yang diinginkan dapat tercapai.
4. Panen
Tujuan akhir dari budidaya kelapa sawit adalah panen. Yang harus diperhatikan dalam kegiatan panen adalah buah yang akan dipanen harus sudah memenuhi kriteria matang panen agar diperoleh CPO yang berkualitas. Cara panen dan manajemen panen seperti pengaturan tenaga kerja, juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh pengusaha atau petani perkebunan kelapa sawit
5. Pengangkutan Hasil Panen
Tandan buah segar harus segera diolah di pabrik, paling lama 24 jam setelah panen. Apabila lewat dari 24 jam, maka kandungan asam lemak bebas meningkat dan akan menurunkan kualitas CPO. Oleh karena itu, pengangkutan hasil panen harus tepat waktu agar kualitas CPO dapat terjaga.

Sub Sistem Output / Hilir (Down-Stream Agribusiness)
CPO (Crude Palm Oil) dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri pangan dan non pangan. Beberapa keunggulan minyak sawit dibandingkan minyak nabati lain yaitu :
- Mempunyai kandungan gizi yang tinggi
- Memiliki kandungan karoten sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E
- Memiliki keluwesan dan keluasan dalam ragam kegunaan baik pangan maupun non pangan.
Sebagai bahan baku industri pangan, CPO digunakan sebagai bahan baku minyak
goreng/makan, margarine, butter, shortening (bahan untuk membuat kue). Sedangkan untuk industri non pangan, CPO digunakan untuk bahan baku obat-obatan, oleokimia, tekstil, kertas, kosmetik, sabun, cat, lilin, dan belakangan ini sedang dipublikasikan penggunaan CPO sebagai bahan campuran untuk bahan bakar atau biodiesel.
Melihat begitu banyaknya produk turunan dari kelapa sawit ini, memicu pemerintah untuk menggalakkan agribisnis kelapa sawit dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, agar dapat berkelanjutan.

Pemasaran Agribisnis (Marketing Agribusiness)
Pola pemasaran produk kelapa sawit di Indonesia adalah:
1. Pola pemasaran perkebunan rakyat
Kegiatan pemasaran pada tingkat perkebunan rakyat ini dipengaruhi oleh keterbatasan lahan petani yang berkisar antara 1-10 hektar. Produksi yang terbatas menyebabkan penjualannya sulit dilakukan apabila langsung menjual ke processor/industri pengolah. Oleh karena itu, para petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang dekat dengan lokasi kebun atau melalui koperasi (KUD) kemudian berlanjut ke pedagang besar hingga ke processor/industri pengolah.
2. Pola pemasaran perkebunan besar negara dan swasta
Pemasaran produk kelapa sawit dalam bentuk olahan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) pada perkebunan besar negara dilakukan secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Sedangkan untuk perkebunan besar swasta, pemasaran produk kelapa sawit dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Penjualan langsung kepada eksportir ataupun industri dalam negeri.

Jasa layanan pendukung
Pengembangan agribisnis kelapa sawit di Indonesia memerlukan dukungan dari pemerintah, baik dari segi pendanaan, peraturan, manajemen, pengembangan riset dan teknologi, maupun infra struktur. Yang perlu diperhatikan adalah perkebunan rakyat dengan segala keterbatasannya, diharapkan dapat mengelola kebunnya dengan baik.
Modal yang sangat diperlukan oleh petani maupun pengusaha perkebunan dapat diperoleh melalui lembaga finansial/perbankan. Untuk petani kecil/perkebunan rakyat dapat bekerja sama dengan koperasi agar mudah dalam mendapatkan kredit bank dan memperoleh suku bunga yang lebih rendah dibanding bila peminjaman secara perorangan. Menjadi plasma pada perkebunan besar juga dapat dijadikan alternatif agar pengelolaan kebun lebih terkontrol.
Peraturan pemerintah tentang perijinan, pengelolaan kebun dan pemasaran hendaknya tidak menyulitkan pelaku agribisnis kelapa sawit, sehingga dapat merangsang investor menanamkan modal dan menjalankan usahanya dengan nyaman. Diharapkan para investor ini akan membina petani plasmanya dan memberikan penyuluhan, pembinaan dan pendampingan agar petani bisa melaksanakan budidaya kelapa sawit yang baik dan benar.
Pengembangan riset dan teknologi diyakini merupakan salah satu pilar untuk meningkatkan daya saing industri kelapa sawit Indonesia. Riset dan teknologi yang dibutuhkan pada dasarnya terdiri diri riset bidang on-farm (pemuliaan dan budidaya), off-farm (pengolahan dan pengembangan produk utama, produk samping, produk turunan, dan limbah) dan intermediate (sosial ekonomi, pasar, kebijakan, dan lingkungan). Walaupun sudah dihasilkan berbagai teknologi dan informasi mengenai ke tiga bidang tersebut, namun riset masih tetap difokuskan pada bidang-bidang tersebut dengan lebih menekankan pada bagian-bagian yang mempunyai dampak besar dan jangka panjang yang signifikan guna perbaikan daya saing industri minyak sawit Indonesia.
Hal yang juga penting dalam pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah terbangunnya infra struktur berupa jalan dan jembatan sampai ke desa, agar pengangkutan saprodi dan TBS bisa berjalan lancar. Pemerintah dapat bekerja sama dengan perkebunan besar mengenai pembangunan infra struktur ini. Apabila jalan sudah terbangun, tranportasi tersedia, maka akan mudah bagi petani/perkebunan rakyat mengangkut TBS, sehingga pada akhirnya petani akan bersungguh-sungguh mengusahakan lahannya, dan akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.